Ketika Penderitaan Sebagai Suatu Proses
Who Am I?
Dulukala aku adalah suatu ketiadaan yang tidak
dapat disebut dengan sesuatu apapun, kemudian atas kekuasaan-Nya lah aku
tercipta. Melalui sebuh sel spermatozoid, dan mungin ini lah subtansi awal keberadaanku
yang dimana aku harus berjuang dengan ribuan bahkan jutaan sel spermatozoid
untuk mencApai induk telur.
Ketika pembuahan terjadi aku mengalami
beberapa perubahan bentuk sebagaimana firman-Nya “Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan
tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian
Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah,
Pencipta Yang Paling Baik.(Qs. Al-Mu’minun:14).
Hingga sampailah pada usia 4 bulanku
di dalam rahim, ketika itu Rabb Penguasa Alam mengadakan perjanjian dengan ku,
dengan sesuatu yang sangat hina ini yang tidak mampu berbuat apa-apa. Kemudian
Dia berdialog seraya berfirman “Bukankan
aku ini Tuhanmu?”, lalu aku dan setiap jabang bayi yang berada dalam
kandungan mejawab “Betul (Engkau Tuhan
kami), kami menjadi saksi.”. kesanggupanku atas perjanjian itu mejnjadikan
akau sebagai bagian dari orang-orang yang pemberari, karena ini merupakan ujian fase awal eksistensiku di
dunia yaitu dunia rahim untuk menuju dunia yang lebih kompleks dan penuh dengan
penderitaan yaitu dunia fana.
I Was Born and Life
Aku sangat bersyukur dan sekaligus
bangga dapat terlahir ke dunia yang fana ini, meskipun pada awal kelahirannku
diiringi dengan jerit tangis yang melengking-lengking mungkin itu suatu
ekspresi atau isyarat ketakutanku akan adanya berbagai penderitaan dan cobaan
yang akan dihadapi.
Kemudian aku dirawat dan dibesarkan
oleh kasih sayang seorang ibu sebagai manifestasi arohman dan arohimnya Allah
Swt kepadaku. Dan akupun belajar, imitating atau meniru segala sesuatu yang ada
disekitar ku hingga aku bisa bertutur kata dan berjalan.
Indahnya hidup mulai aku rasa ketika
perutku kenyang hingga aku dapat tertawa layaknya bayi kebanyakan yang tidak
memiliki beban, namun akupun mulai merasakan sedikit ketidak nyamanan ketika
aku lapar atau sakit hingga aku harus menagis dan merasakan penderitaan itu.
Pahit dan manis mulai aku rasakan pada
awal kehidupanku, akan tetapi ketika itu aku tetaplah anak kecil yang masih
senang bermain, menghabiskan waktu bersama teman sebaya dengan sepak bola,
berenang di sungai, mincing danlain sebagainya, dan aku tidak mau ambil pusing
dengan apa yang akan terjadi denganku di hari esok.
Life and Infliction (hidup dan cobaan)
Masa kanak-kanak, masa bermain dan
berleha-leha telah berlalu, sekarang aku telah dewasa dan mulai merasakan
permasalahan hidup yang lebih kompleks karean hari ini aku hidup di era modern
yaitu era globalisasi. Dimana budaya-budaya asing yang tidak sesuai dengan
budaya ketimuran mulai meracuni lingkungan dan mengancam rusaknya generasi
muda. Obat-obat terlarang, free sex, tauran dan lain sebagainya telah menjadi
penyakit masyarakat yang hamper tiapminggunya menjadi topic di setiap media
cetak ataupun media masa.
Itu semua adalah tantangan hidup yang harus
aku lalui agar jangan sampai terjembab kedalam lembah hitam yang kapan saja
bisa malahapku hingga terjerumus sedalam-dalanya. Dan mungkin tidak ada
penangkal yang lebih ampuh untuk menghadapi era modern yang syarat akan
kemaksiatan kecuali dengan keimanan dan ketakwaan kepada Allah.
Namun aku sadar pasti dalam perjalanannya
yaitu untuk mencapai keimanan dan ketaqwaan itu sangatlah sulit, karena syetan
senantiasa membisiki aku untuk selalu berbuat kebalikan dari printah Allah.
Mungkin ketika aku dalam keadaan kelaparan syetan membisikanku untuk mencuri
atau korupsi, dan syetanpun akan membisikanku untuk berbuat zinah ketika
dihadapkan denang wanita cantik yang bukan mahrom, dan lain sebagainya.
Aku tau bahwa syurga Allah itu harganya mahal,
dan tidak didapat dengan cara yang mudah, dan pederitaan berupa cobaan dalam
beribadah adalah jalan yang harus dilewati untuk mendapatkan syurga-Nya.
Sebagaimana firmannya “Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga, padahal belum datang
kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka
ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan
bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman
bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah,
sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.”(Qs.Al-Baqarah;214)
Perenungan hidup
Pola pikirkupun sudah jauh berkembang hingga
aku dapat menganalisa akan sesuatu yang kaitannya dengan kehidupanku sendiri
bahkan orang-orang di sekitarku, terutama tentang era globalisasi ini, mungkin
ini terjadi karena semakin intensnya permasalahan yang menghampiri.
Meskipun demikian sejaatinya aku adalah tidak
lebih dari seekor binatang yang diberikan akal oleh Rabbul ‘alamin, sebagaimana
hadits baginda Rasul, “alinsanu hayawanu
natiq”, manusia adalah binatang yang berfikir. Itu artinya perbedaanku
dengan binatang tipis sekali, keitka aku tidak menggunakan pikiran maka aku
adalah hewan dan mungkin lebih rendah dari hewan itu sendiri.
Oleh karena itu aku mulai merenung, bahwa aku
berasal dari suatu ketiadaan yang kemudian hadir di dunia karena-Nya, dengan
memiliki bentuk fisik yang baik dibanding denga makhluk yang lain terlebih aku
mempunyai akal. Dan apakah semuanya itu hanya digunakan untuk kesenangan semata
dan akal hanya digunakan untuk menghindari pendertaan kehidupan dunia semata
saja.
Namun Allah telah memberikan jawabanya jauh
sekitar 1400 tahun yang lalu. Bahwa aku dan manusia yang lainnya diciptakan
oleh Allah tidak lain untuk beribadah kepadanya dengan menjalannya perintah dan
menjauhi segala larangannya.