Disusun Oleh: Nurholis Seha
E-mail: seha.noor22@gmail.com
ABSTRAK
Manusia adalah makhluk
ciptaan Allah Swt., ia diciptakan dari sesuatu yang tidak bernilai yaitu dari
tanah liat kering yang berasal dari lumpur hitam kemudian Allah memberi bentuk
dengan sebaik-baiknya bentuk.
Tidak hanya bentuk
fisik saja yang bagus, melainkan Allah kemudian mewariskan sifatnya juga kepada
manusia yaitu sifat mengasihi dan menyayangi yang dituipkan-Nya melalui ruh
yang berasal dari-Nya. Dengan kedua potensi ini diharapkan manusia senantiasa
untuk saling mengasihi dan mencintai terhadap sesama dalam tatanan kehidupan
berkeluarga atau pun bermasyarakat.
Namun demikian manusia
adalah makhluk bebas, dalam artian dia bebas untuk memilih apakah sifat cinta
dan kasih akan digunakan untuk kebaikan atau sebaliknya, menjadikan cinta dan
kasih itu untuk mendorong keinginan hawa nafsunya.
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Makhluk yang paling sempurna, itulah
manusia. Memiliki bentuk fisik yang indah, lain dari pada makhluk yang
diciptakan oleh sang Kholik dan satu hal yang sangat istimewa dari manusia itu
sendiri tidak lain dan tidak bukan adalah akal atau pikiran. Disampin Allah
telah mewariskan sifat cinta dan kasih-Nya, Dia pun telah memberikan kemampuan
untuk berfikir dalam diri manusia alias akal, sehinggak akal atau pikiran ini
akan mengantarkan kepada implementasi mencintai dan mengasihi sesuai dengan
yang diinginkan oleh sang Penciptanya sehingga tercipta kehidupa yang damai dan
setausa.
Lantas apa yang akan terjadi ketika
sifat cinta atau mencintai dan kasih atau mengasihi itu tidak diimbangi dengan
akal yang sehat? Yang akan terjadi adalah cinta dan kasihnya hanya akan
diberikan terhadap golongan atau kelompoknya saja tanpa alasan yang dibenarkan
oleh agama. Sejarah telah membuktikan bahwa cinta dan kasih yang salah yang
tidak dibarengi dengan akal yang sehat telah membawa manusia kedalam suatu
keterpurukan, yaitu peperangan. Pada masa rezim Hitler (NAZI), diceritakan
bahwa rezim tersebut mengkalim golongan manusia yang terbaik adalah mereka
yang memiliki volume otak besar dan memiliki
bola mata biru.
Atas pengetahuan yang tidak mendasar itu sehingga manusia atau
golongan yang tidak memiliki criteria tersebut dianggpa manusia rendah bahkan
pada puncaknya NAZI melakukan tindakan yang ekstrim dengan membatai manusia
yang tidak sesuai dengan criteria, atas alasan
yang tidak mendasar. Pernyataan manusia terbaik yang dikemukakan oleh
kelompok NAZI mungkin saja sebuah konspirasi untuk tercapai keinginannya.
Padahal kita tahu bahwa setiap manusia di hadapan tuhan itu adalah sama, yang
membedakannya adalah perbuatannya.
Itu adalah sebagian contoh kecil
dari ribuan bahkan jutaan peristiwa yang pernah terjadi di jaman dahulu yang
apabila cinta dan kasih itu tidak ditempatkan pada tempatnya, maka yang akan
terjadi adalah suatu bencana.
Perumusan Masalah
1.
Hakikat manusia
2.
Cinta dan kasih
3.
Hubungan antara manusia cinta dan kasih
4.
Kesimpulan
PEMBAHASAN
1.
Hakikat Manusia
a.
Pengertian Manusia
Manusia adalah makhluk paling sempurna yang pernah
diciptakan oleh Allah swt. Kesempurnaan yang dimiliki manusia merupakan suatu
konsekuensi fungsi dan tugas mereka sebagai Wakil Tuhan di muka dumi ini. Al-Quran menerangkan bahwa
manusia berasal dari tanah.
Membicarakan tentang manusia dalam pandangan ilmu
pengetahuan sangat bergantung metodologi yang digunakan dan terhadap filosofis
yang mendasari.
Para penganut teori psikoanalisis menyebut manusia
sebagai homo volens (makhluk berkeinginan). Menurut aliran ini, manusia adalah
makhluk yang memiliki prilaku interaksi antara komponen biologis (id),
psikologis (ego), dan social (superego). Di dalam diri manusia tedapat unsur
animal (hewani), rasional (akali), dan moral (nilai).
Para penganut teori behaviorisme menyebut manusia
sebagai homo mehanibcus (manusia mesin). Behavior lahir sebagai reaksi terhadap
introspeksionisme (aliran yang menganalisa jiwa manusia berdasarkan laporan
subjektif dan psikoanalisis (aliran yang berbicara tentang alam bawa sadar yang
tidak nampak). Behavior yang menganalisis prilaku yang Nampak
saja. Menurut aliran ini segala tingkah laku manusia terbentuk
sebagai hasil proses pembelajaran terhadap lingkungannya, tidak disebabkan
aspek.
Para penganut teori kognitif menyebut manusia sebagai
homo sapiens (manusia berpikir). Menurut aliran ini manusia tidak di pandang
lagi sebagai makhluk yang bereaksi secara pasif pada lingkungannya, makhluk
yang selalu berfikir. Penganut teori kognitif mengecam pendapat yang cenderung
menganggap pikiran itu tidak nyata karena tampak tidak mempengaruhi peristiwa.
Padahal berpikir , memutuskan, menyatakan, memahami, dan sebagainya adalah
fakta kehidupan manusia.
Dalam al-quran istilah manusia ditemukan 3 kosa kata
yang berbeda dengan makna manusia, akan tetapi memilki substansi yang berbeda
yaitu kata basyar, insan dan al-nas.
Kata basyar dalam al-quran disebutkan 37 kali salah
satunya al-kahfi : innama anaa basyarun mitlukum (sesungguhnya aku ini hanya
seorang manusia seperti kamu). Kata basyar selalu dihubungkan pada sifat-sifat
biologis, seperti asalnya dari tanah liat, atau lempung kering (al-hijr : 33 ;
al-ruum : 20), manusia makan dan minum (al-mu’minuum : 33).
Kata insan disebutkan dalam al-quran sebanyak 65 kali,
diantaranya (al-alaq : 5), yaitu allamal insaana maa lam ya’ (dia mengajarkan
manusia apa yang tidak diketahuinya). Konsep islam selalu dihubungkan pada
sifat psikologis atau spiritual manusia sebagai makhluk yang berpikir, diberi
ilmu, dfan memikul amanah (al-ahzar : 72). Insan adalah makhluk yang menjadi
(becoming) dan terus bergerak maju ke arah kesempurnaan.
Kata al-nas disebut sebanyak 240 kali, seperti
al-zumar : 27 walakad dlarabna linnaasi fii haadzal quraani min kulli matsal
(sesungguhnya telah kami buatkan bagi manusia dalam al-quran ini setiap macam
perumpamaan). Konsep al-nas menunjuk pada semua manusia sebagai makhluk social
atau secara kolektif.
Dengan demikian al-quran memandang manusia sebagai
makhluk biologis, psikologis, dan social. Manusia sebagai basyar, diartikan
sebagai makhluk social yang tidak biasa hidup tanpa bantuan orang lain dan atau
makhluk lain.
b.
Manusia Sebagai Makhluk Tuhan
Meskipun ada teori yang mengatakan manusia hadir dari
ketiadaan, melainkan bentuk dari suatu proses evolusi. Sebagai umat yang
beragama tentunya kita tidak akan menerima paham tersebut. Hadirnya manusia
tidak lepas dari konsept hukum kausalitas (sebab akibat). Manusia ada karena
ada yang menciptakan, yaitu Allah Swt. Mengenai penciptaan manusia ada dua
porses, yaitu :
1.
Proses azali: merupakan penciptaan manusia secara
langsu dari tanah oleh Allah swt. Seperti yang terjadi pada nabi Adam As,
ataupun nabi Isa As.
2.
Poses alami: yaitu penciptaan manusia melalui hubungan
biologis.
c.
Potensi dasar Manusia
Berikut ini
adalah 3 potensi yang diberikan Tuhan kepada manusia, yaitu :
1. Jasmani.
Terdiri dari air, kapur, angin, api dan tanah, yang kemudian diberi bentuk yang sempurna dibandingkan
dengan makhluk yang lainnya.
2. Ruh
Terbuat dari cahaya (nur). Fungsinya hanya untuk menghidupkan jasmani
saja.
3. Jiwa (an nafsun/rasa dan perasaan).
Manusia memiliki fitrah dalam arti potensi yaitu
kelengkapan yang diberikan pada saat dilahirkan ke dunia. Potensi yang dimiliki
manusia dapat di kelompokkan pada dua hal yaitu potensi fisik dan potensi
rohaniah.
Ibnu sina yang terkenal dengan filsafat jiwanya
menjelaskan bahwa manusia adalah makhluk social dan sekaligus makhluk ekonomi.
Manusia adalah makhluk social untuk menyempurnakan jiwa manusia demi kebaikan
hidupnya, karena manusia tidak hidup dengan baik tanpa ada orang lain. Dengan
kata lain manusia baru bisa mencapai kepuasan dan memenuhi segala kepuasannya
bila hidup berkumpul bersama manusia.
2. Cinta dan Kasih
a. Definisi Cinta
Cinta adalah sebuah Emosi dari Afeksi yang kuat dan
ketertarikan pribadi. Dalam konteks filosofi cinta merupakan sifat baik yang
mewarisi semua kebaikan, perasaan belas kasih dan kasih sayang. Pendapat
lainnya, cinta adalah sebuah aksi/kegiatan aktif yang dilakukan manusia
terhadap objek lain, berupa pengorbanan diri, empati, perhatian, kasih sayang,
membantu, menuruti perkataan, mengikuti, patuh, dan mau melakukan apapun yang
diinginkan objek.
Cinta dalam pandangan Al-Quran biasa diilustrasikan dengan kata
hubb. Ia berarti benih atau pil atau obat. Artinya, seorang yang
sedang dimabuk cinta harus diobati dengan mempertemukannya dengan yang
dicintainya. Sedangkan dalam perspektif Al-Ghazali, cinta adalah suatu
kecenderungan terhadap sesuatu yang memberikan manfaat dengan mengharap ridha
Allah.
Menurut Ibnu Arabi, cinta selalu identik dengan ketulusan dan
kesucian dari segala sifat, sehingga tidak ada tujuan lain selain keinginan
bersama yang dicintai (Allah). Hakikat cinta tertinggi dalam Islam adalah cinta
kepada Allah dan Rasul-Nya, serta keinginan untuk senantiasa dekat dengan-Nya.
Allah SWT berfirman, “Katakan (wahai Muhammad) jika
kalian benar-benar mencintai Allah, maka ikutilah aku, niscaya Allah mencintai
kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian. Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang” (QS. Ali-Imron: 31).
Dalam sebuah hadis qudsi, Allah berfirman kelak pada hari
kiamat, “Di manakah orang-orang yang bercinta kasih karena keagungan-Ku.
Pada hari ini (di Padang Mahsyar) Aku menaunginya dalam naungan-Ku, di saat
tiada naungan kecuali naungan-Ku” (HR. Muslim).
Dengan demikian cinta dapat ditafsirkan sebagai suatu
perasaan yang mendorong kita untuk melakukan tindakan baik secara pasif (selalu
mengingat yang dicintainya) maupun aktif (pengorbanan terhadap yang
dicintainya) sehingga akan berdampak pada perasaan takut ketika ditinggalkan
(objek yang dicintainya).
b. Definisi Kasih
Menurut kamus umum bahasa Indonesia karya W.J.S Poerwa
Darminta kata kasih artinya perasaan sayang atau cinta kepada atau menaruh
belas kasihan, dengan demikian arti cinta dan kasih hampir bersamaan, sehingga
kata kasih memperkuat rasa cinta. Karena itu cinta kasih dapat diartikan
sebagai perasaan suka (sayang) kepada seseorang yang disertai dengan menaruh
belas kasih.
Kata kasih dalam perspektif islam sedikit berbeda. Dalam
al_Qur’and dituliskan bahwa Allah itu Maha pengasih dan Maha penyayang. Maha
pengasih_Nya Allah itu berlaku terhadap semua makhluk, tidak ada satupun
makhluk hidup yang tidak mendapatkan rizki dari-Nya, meskipun manusia kufur
terhadap Allah, Dia tidak alpa untuk memberinya rizki.
Kasih identik dengan objek yang lemah dan tidak memiliki daya
dan upaya, sehingga objek tersebut berhak untuk dikasihi, tapi belum tentu
objek tersebut dapat disayangi. Artinya manusia adalah makhluk yang lemah karena
tercipta dari tanah yang tidak berharga atau dari sperma yang hina yang tidak
mampu untuk berbuat apa-apa kecuali karena Allah telah mengasihi mereka,
sehingga manusia bisa bernafas, berjalan, berusaha dan lain-lain. Maka dari itu
Allahpun berkata atas begitu banyaknya ni’mat atau kasih yang telah diberikan
kepada manusia “maka ni’mat Tuham kamu
yang manakah yang kamu dustakan?”
Allah adalah Maha pengasih terhadap manusia, dan Allah adalah Maha
penyayang yang hanya berlaku terhadap hambanya saja yang beriman dan bertaqwa.
Oleh karena itu pintu tobat dan ampunan-Nya hanya akan diberikan kepada
mereka-mereka yang beriman saja.
Analoginya cukup simpel, jika kita menjadi orang yang mampu kemudia kita
melihat atau anak jalanan, tentunya kita merasa kasihan kemudian memberikan
uang kepadanya padahal anak jalan tersebut tidak memberikan manfaat kepada
kita, dan kita tidak tau apakah uang tersebut akan dimanfaatkan atau malah
sebaliknya. Lantas apakah kita akan serta merta menyangi anak jalanan tersebut?
Tentu saja tidak, rasa sayang itu muncul ketika seseorang melakukan hal yang
sesuai denga ekspektasi kita.
3. Hubungan antara manusia dan cinta kasih
Sebagaimana yang
telah dijelaskan di atas bahwasannya kasih dan cinta adalah anugrah yang
diberikan oleh Allah kepada manusia, dan itu semua fitrah manusia yang terlahir
ke dunia. Adanya manusia bukanlah tanpa tujuan, Allah menciptakan manusia tidak
untuk main-main. Dia mengatakan bahwa tujuannya diciptakan manusia tidak lain
adalah hanya untuk beribadah kepadanya. Oleh karena itu perasaan kasih dan
perasaan cinta harus diimplementasikan dalam bingkai ibadah kepada Allah.
Cinta dan kasih
ada pada setiap diri manusia, dan ketika keduanya direfleksikan dalam kehidupan
berkeluarga dan bermasyarakat maka akan tercipta hubungan saling tolong
menolong, behu-membahu, dan semangat gotong-royong. Orang kaya akan membantu
orang miskin, orang yang pintar akan mengajari orang yang belum berpengetahuan,
seorang pimpinan akan senantiasa mengayomi masyarkatnya dengan berlaku adil.
Meskipun cinta dan
kasih akan menciptakan solidaritas atau pembelaan terhadap sesama, tetap saja
akan bernilai salah jika tidak di bimbing oleh tuntunan wahyu atau al-kitab.
Zabur, Taurat, Injil, dan al_Qur’an adalah kontrol atau aturan main untuk
mengimplementasikan cinta dan kasih yang benar, supaya dapat bernilai ibadah di
hadapan Allah.
Contoh kasus, seperti
halnya kaum homoseksual atau lesbian, mereka memiliki solidaritas yang baik,
saling mencintai dan mengasihi tehadap sesamanya sehingga memperjuangkan haknya
untuk dapat hidup bebas layaknya manusia normal, dengan dalih “semua manusia
memiliki hak yang sama, hak untuk mengasihi dan menyangi, dan hak untuk bebas memilih
jalan hidup”. Sekilas terlihat bahwa yang mereka perjuangkan tidak ada yang
salah, toh manusia bebas untuk mencintai dan mengasihi sehingga ia berhak untuk
memperjuangkannya. Namum ini tetap saja salah dan tidak dibenarkan karena
bersebrangan dengan nilai-nilai agama yang tertulis dalam kitab suci, bahwa
lesbi dan homo itu adalah perbuatan dosa dan akan mendatangkan azab sebagaimana
yang telah terjadi pada zaman nabi Luth.
Contoh hubungan
manusia, cinta, dan kasih yang tidak relefan telah penulis uraikan pada bagian
pendahuluan, yaitu pada masa rezim Nazi dibawah kepemimpinan Adholf Hitler,
yang mana ribuan jiwa melayang akibat cinta dan kasih yang salah kaprah.
Lantas seperti
apakah hubungan manusia, cinta dan kasih yang dibenarkan dan tidak bersebrangan
dengan norma-norma agama?. Dalam perspektif idiologi islam hubungan cinta dan
kasih itu terbagi menjadi dua, yaitu:
1.
Hubungan vertical:
adalah hubuungan antara manusia dengan Allah atau disebut dengan hablum minallah. Beriman kepada Allah
dengan menjalankan perintah dan menjauhi apa-apa yang dilarangnya. Yaitu
melaksanakan rukun iman dan islam.
2.
Hubungan
Horizontal: adalah hubungan dengan sesama manusia atau disebut dengan ahbulum minannas. Hubungan kasih dan
sayayang dengan sesama manusia itu identik dengan kehidupan sosial dalam
bermasyarakat, seperti halnya jual beli, musyawarah untuk mencapai suatu
mufakat, pernikahan, menuntut ilmu, berbakti kepada orang tua, yang mana
prilaku ini lah yang disebut dengan amal sholeh.
4. Kesimpulan
Manusia, cinta dan kasih adalah satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan
antara satu dengan yang lainnya. Dengan mengimplementasikan cinta dan kasih
terhadap sesama atas dasar perintah sang Pencipta merupakan pintu untuk
mendapatkan kebahagiaan yang hakiki.
Namun ketika cinta dan kasih itu disalah artikan dan tidak disadari oleh
agama, maka yang akan terjadi adalah kerugian, baik terhadap diri sendiri
bahkan orang banyak.
Cinta itu berasal dari Allah, maka sudah sepatutnya kita mencintai apapun
kecuali karena kecintaan kita kepada-Nya.. demikian artikel ini penulis
sajikan, semoga bermanfaat dan kebenaran berasal hanya dari Allah, kesalahan
kecuali dari penulis sendiri. Wassalam.
REFERENSI
1.
Al_Qur’an
2.
Abdullah, Abd. Malik. 2009. Pendidikan Agama
Islam. Makassar : Tim Dosen Penididikan Agama Islam UNM.
3.
Muhammadong. 2009. Pendidikan Agama Islam. Makassar :
Tim Dosen Pendidikan Agama Islam UNM.
5.
"http://id.wikipedia.org/wiki/Emosi
thank nice infonya sangat menarik,kunjungi http://bit.ly/2CNOHb3
AntwoordVee uit